NARASIKEPRI.com, Batam – Kalangan pengusaha di Batam menyuarakan kekecewaan mendalam terkait penertiban papan reklame yang telah memiliki izin, di tengah ketidakjelasan rencana induk tata ruang kota. Situasi ini menimbulkan pertanyaan serius mengenai konsistensi kebijakan dan transparansi tata kelola lokal.
Asosiasi Pengusaha Periklanan Batam (APPB) secara terbuka menyatakan keprihatinan atas tindakan pembongkaran reklame-reklame yang padahal telah memenuhi kewajiban pembayaran pajak. Kegeraman ini muncul karena penertiban tersebut juga menyasar reklame berizin, sementara masterplan tata ruang kota yang menjadi acuan belum sepenuhnya jelas. Di sisi lain, Wakil Wali Kota Li Claudia terlihat memimpin langsung operasi penertiban terhadap reklame-reklame yang tidak berizin di kawasan Simpang Kara.
“Informasi di lapangan kadang tidak berimbang. Seolah-olah semua reklame tidak berizin dan tidak bayar pajak. Padahal kami punya bukti izin dan pembayaran pajak tayang dari BP Batam,” tegas Yudiyanto, Kamis (19/6/2025). dikutip dari TribunBatam.id.
Pihak-pihak yang terlibat dalam polemik ini adalah para pengusaha periklanan yang tergabung dalam APPB, Pemerintah Kota Batam melalui Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang melakukan penertiban, dan Wakil Wali Kota Li Claudia yang mengawal langsung penertiban reklame tak berizin.
Isu penertiban reklame ini menjadi sorotan utama pada 20 Juni 2025, dengan laporan mengenai kegeraman pengusaha yang muncul sekitar 9 jam sebelumnya, dan aksi Wakil Wali Kota yang terjadi sekitar 16 jam sebelumnya.
Kontroversi ini berpusat di Kota Batam, Kepulauan Riau, dengan salah satu lokasi penertiban yang disorot adalah Simpang Kara.
Situasi kontradiktif antara penertiban reklame berizin dan yang tidak berizin ini mengindikasikan adanya potensi inkonsistensi atau minimnya koordinasi dalam proses perencanaan kota serta pelaksanaan regulasi. Ketidakjelasan masterplan tata ruang dianggap sebagai akar masalah, yang seharusnya menjadi panduan utama dalam penempatan dan perizinan reklame. Kondisi ini berpotensi menciptakan ketidakpastian di kalangan pelaku usaha, memicu frustrasi di tengah masyarakat, dan menimbulkan pertanyaan serius terkait prinsip keadilan serta transparansi dalam tata kelola pemerintahan daerah.
Dampak langsung dari situasi ini adalah kerugian bagi pengusaha yang telah berinvestasi dan membayar pajak untuk reklame mereka, serta potensi penurunan kepercayaan publik terhadap konsistensi kebijakan pemerintah. Oleh karena itu, situasi ini menekankan urgensi penyusunan rencana induk yang lebih definitif dan menyeluruh, serta peningkatan kualitas komunikasi dengan seluruh pihak terkait. Kejelasan regulasi dan koordinasi yang lebih baik antara pemerintah dan pelaku usaha sangat krusial untuk menciptakan iklim bisnis yang stabil dan berkeadilan di Batam.
(B.Rexxa)