- Advertisement -spot_img

Mahasiswa Batam Ajukan Judicial Review UU TNI ke Mahkamah Konstitusi

Thursday, May 1, 2025

Wajib dibaca

NARASIKEPRI.com, BATAM – Tidak puas dengan tanggapan dari pemerintah daerah, enam mahasiswa dari Batam mengambil langkah hukum dengan mengajukan judicial review terhadap Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2025 tentang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Tindakan ini merupakan kelanjutan dari serangkaian aksi demonstrasi dan audiensi yang telah mereka lakukan sebelumnya.

Baca Juga: SPBU Batam Dikenakan Sanksi Berat oleh Pertamina atas Pelanggaran Penyaluran BBM

Mahasiswa yang terlibat berasal dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) serta Persatuan Mahasiswa Hukum Batam. Permohonan uji materi ini diajukan dengan Hidayatuddin dari Universitas Putra Batam sebagai pemohon utama, didampingi oleh Respati Hadinata dari Politeknik Negeri Batam, serta empat kuasa hukum: Risky Kurniawan, Albert Ola Masan Setiawan Muda, Jamaludin Lobang, dan Otniel Raja Maruli Situmorang.

Jamaludin Lobang, Wakil Ketua BEM Universitas Riau Kepulauan (Unrika) Batam yang juga bertindak sebagai kuasa hukum, mengonfirmasi bahwa mereka telah menerima Akta Pengajuan Pemohon dan Akta Registrasi Perkara Konstitusi dari MK pada 21 dan 25 April 2025. “Sesuai dengan Peraturan Mahkamah Konstitusi Nomor 2 Tahun 2021, MK akan menetapkan tanggal sidang pertama dalam waktu maksimum 14 hari kerja setelah permohonan dicatat,” kata Jamaludin pada Senin (28/4).

Dalam permohonan mereka, mahasiswa tidak hanya meminta MK untuk menyatakan UU Nomor 3 Tahun 2025 inkonstitusional, tetapi juga meminta ganti rugi yang signifikan. Mereka mengajukan tuntutan sebesar Rp 50 miliar kepada DPR RI, Rp 25 miliar kepada Presiden, dan Rp 5 miliar kepada Badan Legislasi DPR RI. Semua dana yang diperoleh dari ganti rugi tersebut rencananya akan disetorkan ke kas negara.

Selain itu, para mahasiswa juga mengajukan permohonan uang paksa (dwangsom) harian jika keputusan MK tidak dijalankan. Mereka meminta dwangsom sebesar Rp 25 miliar per hari kepada DPR RI, Rp 12,5 miliar per hari kepada Presiden, dan Rp 2,5 miliar per hari kepada Badan Legislasi DPR RI. “Hakim Mahkamah Konstitusi wajib menegakkan konstitusi, dan kami ingin memastikan lembaga negara menghormati prinsip negara hukum,” tegas Jamaludin.

Baca Juga :  Cuaca Batam Kamis Ini: Waspada Hujan Pagi dan Siang Hari

Risky Kurniawan, perwakilan dari Student for Judicial Review (SJR), menambahkan bahwa judicial review ini juga mengangkat kekhawatiran tentang ketidakjelasan hukum dalam pasal 7 UU TNI. “Pasal tersebut bisa ditafsirkan dengan berbagai cara terkait keterlibatan militer dalam menyelesaikan konflik komunal dan pemogokan. Padahal, hak untuk menyampaikan pendapat dan melakukan aksi mogok telah dilindungi oleh UUD 1945,” ujarnya.

Mereka khawatir bahwa ketidakpastian hukum ini dapat memperburuk situasi masyarakat di daerah seperti Rempang-Galang, Batam. “Kami khawatir militer akan dilibatkan dalam menangani aksi masyarakat sipil, yang seharusnya merupakan tugas kepolisian. Militer adalah alat pertahanan negara, bukan untuk berhadapan dengan rakyat,” tambahnya.

Para mahasiswa memperkirakan bahwa sidang perdana untuk judicial review ini kemungkinan besar akan diadakan pada 8 atau 9 Mei 2025. Mereka berkomitmen untuk hadir langsung di Jakarta dengan dana pribadi secara kolektif, tanpa dukungan dari kampus atau pemerintah.

Risky menekankan bahwa langkah hukum ini diambil untuk menjaga konstitusi dan memastikan bahwa negara tidak mengabaikan hak-hak sipil. “Ini bukan sekadar tentang mahasiswa, tetapi tentang menjaga demokrasi dan hak rakyat,” katanya.

Dengan semangat tersebut, mereka berharap Mahkamah Konstitusi bisa mengabulkan permohonan uji materi ini dan mempertegas bahwa tugas militer tetap berada dalam ranah pertahanan negara, bukan dalam penanganan masalah sipil.

(B.Rexxa)

Lebih Banyak Artikel

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisement -spot_img

Artikel Terbaru