NARASIKEPRI.com, Batam — Kasus penembakan yang menimpa Kapal Motor (KM) Rizki Laut IV kembali mencuat setelah kuasa hukum kapten kapal mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Batam. Pihak kapten menduga adanya kejanggalan dalam proses hukum yang menyertai insiden tersebut beberapa waktu lalu.
Kuasa hukum dari kapten KM Rizki Laut IV telah melayangkan permohonan praperadilan. Permohonan ini diajukan karena mereka mencium adanya indikasi ketidaksesuaian prosedur dan kejanggalan dalam penanganan kasus penembakan yang menimpa kapal tersebut, yang berujung pada proses hukum terhadap kaptennya. Detail mengenai kejanggalan yang dimaksud belum dijelaskan secara rinci oleh pihak kuasa hukum, namun mereka berharap proses praperadilan ini dapat membuka fakta-fakta baru dan menegakkan keadilan.
Permohonan praperadilan ini diajukan oleh kuasa hukum kapten kapal KM Rizki Laut IV. Pihak termohon dalam praperadilan ini kemungkinan besar adalah institusi penegak hukum yang menangani kasus penembakan KM Rizki Laut IV sebelumnya. Identitas pasti kapten kapal dan pihak penembak belum diungkapkan secara spesifik dalam informasi awal ini, namun fokus utama adalah pada validitas prosedur hukum yang telah berjalan.
Meskipun tanggal pasti pengajuan praperadilan tidak disebutkan, informasi ini muncul “beberapa waktu lalu”, mengacu pada insiden penembakan KM Rizki Laut IV. Pengajuan praperadilan ini menandakan adanya langkah hukum lanjutan yang diambil oleh pihak kapten setelah proses hukum awal.
Proses praperadilan ini tengah berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Batam, yang merupakan lembaga peradilan berwenang di wilayah Batam, Kepulauan Riau, tempat kasus ini ditangani.
Pengajuan praperadilan adalah hak konstitusional setiap warga negara untuk menguji sah atau tidaknya suatu penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan, atau penghentian penuntutan. Dalam konteks kasus KM Rizki Laut IV, praperadilan ini menjadi krusial karena pihak kapten menduga adanya kejanggalan substansial dalam proses hukum sebelumnya. Jika dugaan kejanggalan ini terbukti, hal ini bisa berdampak pada legitimasi seluruh proses hukum yang telah berjalan dan berpotensi mengubah arah kasus. Ini juga menjadi sorotan penting bagi publik terkait transparansi dan akuntabilitas penegakan hukum di Indonesia.
Perkara ini menjadi perhatian banyak pihak, terutama pegiat hukum dan HAM di wilayah Kepulauan Riau, yang menilai bahwa kasus seperti ini harus diungkap secara terang-benderang demi menjaga kredibilitas aparat dan keadilan hukum di laut Indonesia.
(B.Rexxa)