NARASIKEPRI.com, Teheran, Washington, dan Tel Aviv — Ketegangan geopolitik di Timur Tengah kembali memuncak setelah Amerika Serikat secara terbuka menyatakan dukungannya terhadap operasi militer Israel yang menyasar fasilitas nuklir Iran dalam rentang waktu 13 hingga 22 Juni 2025. Tindakan ini memicu kecaman luas dari komunitas internasional dan dianggap sebagai potensi pelanggaran serius terhadap hukum internasional dan kedaulatan negara.
Baca Juga: AS dan Iran Kembali Berunding di Oman: Putaran Keenam Negosiasi Nuklir Dimulai 15 Juni 2025
Serangan udara presisi dilancarkan oleh militer Israel ke sejumlah titik strategis yang diduga merupakan bagian dari program pengayaan uranium Iran. Beberapa laporan menyebutkan bahwa fasilitas di Natanz dan Fordow menjadi sasaran utama. Amerika Serikat, melalui pernyataan resmi dari Departemen Luar Negeri, menyatakan bahwa mereka “sepenuhnya memahami dan mendukung” langkah Israel sebagai bagian dari hak mempertahankan diri terhadap ancaman regional.
Pihak yang terlibat langsung dalam konflik ini mencakup:
- Israel, sebagai pelaku serangan militer;
- Iran, sebagai negara yang menjadi target;
- Amerika Serikat, sebagai sekutu utama Israel yang memberikan dukungan diplomatik dan intelijen;
- Dan berbagai negara anggota Dewan Keamanan PBB serta organisasi internasional, yang mengecam eskalasi ini.
Rentetan serangan berlangsung selama hampir dua pekan, mulai 13 Juni hingga puncaknya pada 22 Juni 2025. Serangan terjadi di wilayah tengah Iran, khususnya kompleks nuklir bawah tanah yang selama ini menjadi titik panas diplomasi non-proliferasi.
Israel mengklaim bahwa langkah ini merupakan upaya pre-emptive untuk mencegah Iran mencapai kemampuan nuklir yang dianggap dapat mengancam eksistensi negaranya. Iran membantah tudingan tersebut dan menegaskan bahwa seluruh aktivitas nuklirnya berada di bawah pengawasan Badan Energi Atom Internasional (IAEA).
Amerika Serikat menilai bahwa pendekatan diplomatik yang selama ini ditempuh melalui Kesepakatan Nuklir 2015 (JCPOA) gagal mencegah Iran mempercepat pengayaan uraniumnya, dan oleh karena itu mendukung langkah Israel sebagai bagian dari strategi regional.
Kecaman datang dari berbagai penjuru. China dan Rusia menyerukan agar serangan dihentikan dan meminta sidang darurat Dewan Keamanan PBB. Uni Eropa menilai tindakan ini berisiko besar memperluas konflik ke seluruh kawasan Teluk. Turki, Qatar, dan Indonesia juga menegaskan bahwa tindakan Israel–AS merupakan bentuk agresi yang mencederai tatanan hukum internasional dan Piagam PBB.
Iran sendiri telah bersumpah akan membalas serangan ini “dengan cara dan waktu yang tepat,” meningkatkan kekhawatiran akan kemungkinan perang terbuka. Milisi-milisi pro-Iran di Lebanon, Suriah, dan Irak dilaporkan telah siaga penuh.
🔍 Analisis dan Implikasi
Keterlibatan langsung AS dalam mendukung serangan ini menandai babak baru dalam konflik regional yang tidak hanya mengancam stabilitas Timur Tengah, tetapi juga merusak kredibilitas hukum internasional dan peran netral lembaga global seperti PBB. Para analis mengkhawatirkan bahwa insiden ini bisa memicu balasan lintas negara, memperparah krisis energi, dan membuka peluang bagi konflik global baru jika tidak segera diredam.
(B.Rexxa)