Respons Terpadu Pemerintah dan Bank Indonesia terhadap Krisis Nilai Tukar dan Tarif Impor AS
NARASIKEPRI.com, Jakarta – Pemerintah Indonesia dan Bank Indonesia mengambil langkah-langkah strategis untuk merespons guncangan ekonomi yang dipicu oleh pengumuman tarif impor tinggi dari Amerika Serikat. Kebijakan ini menyebabkan gejolak signifikan di pasar global dan mendorong pelemahan tajam nilai tukar rupiah yang kini berada pada titik terendah sejak krisis moneter 1998. Situasi ini diperburuk dengan kembali dibukanya pasar keuangan pasca libur Lebaran, di mana tekanan terhadap nilai tukar semakin menguat, Selasa (8 April 2025).
Baca Juga : PT Pelni Prediksi Puncak Arus Balik di Batam pada 8 April 2025
Sebagai respons awal, Bank Indonesia mengumumkan rencana intervensi agresif di pasar valuta asing domestik. Intervensi ini mencakup berbagai instrumen keuangan seperti pasar spot, kontrak non-deliverable forward (NDF), dan pasar obligasi sekunder. Selain itu, bank sentral juga telah memperluas cakupan intervensi ke pasar offshore di kawasan Asia, Eropa, hingga New York, guna menstabilkan ekspektasi pelaku pasar global terhadap kinerja ekonomi Indonesia.
Di samping intervensi langsung, Bank Indonesia menegaskan komitmennya untuk menjaga kecukupan likuiditas rupiah di pasar uang dan perbankan. Melalui optimalisasi instrumen moneter yang ada, Bank Indonesia bertujuan memastikan bahwa sektor keuangan domestik tetap berfungsi dengan lancar. Langkah ini diharapkan dapat menjaga kepercayaan investor dan pelaku usaha terhadap stabilitas sistem keuangan Indonesia, yang menjadi fondasi penting dalam menghadapi tekanan global.
Sementara itu, di tingkat kebijakan fiskal dan perdagangan, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian telah menyiapkan strategi diplomasi ekonomi dengan mengirimkan delegasi ke Amerika Serikat untuk membahas ulang struktur tarif. Indonesia juga memperkuat posisi dalam forum regional seperti ASEAN, bekerja sama dengan negara-negara tetangga untuk membentuk respons kolektif terhadap kebijakan proteksionisme global yang dinilai dapat mengganggu kestabilan perdagangan internasional.
Presiden Prabowo Subianto turut menginstruksikan penyederhanaan regulasi perdagangan dan percepatan reformasi struktural di sektor ekspor guna meningkatkan daya saing produk dalam negeri. Kebijakan ini dinilai penting agar Indonesia tidak hanya bertahan dari tekanan jangka pendek, tetapi juga mampu memperluas pasar ekspor ke kawasan baru di luar dominasi pasar Amerika Serikat.
Kombinasi strategi moneter dan diplomasi ekonomi ini menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menjaga stabilitas makroekonomi nasional. Di tengah ketidakpastian global yang meningkat, koordinasi erat antar-lembaga menjadi kunci untuk memastikan bahwa Indonesia tetap berada di jalur pertumbuhan berkelanjutan.
(B.Rexxa)