NARASIKEPRI.com, Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap praktik dugaan korupsi di sektor pembangunan infrastruktur. Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang dilakukan pada Kamis, 26 Juni 2025, di Mandailing Natal, Sumatera Utara, menjerat sejumlah pejabat penting dan dua pengusaha.
Salah satu yang ditetapkan sebagai tersangka adalah Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting, bersama empat orang lainnya. Kelima tersangka diduga terlibat dalam kasus suap proyek pembangunan jalan senilai Rp 231,8 miliar.
Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan bahwa selain Topan, tersangka lainnya meliputi:
- Rasuli Efendi Siregar (RES), Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut sekaligus Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
- Heliyanto (HEL), PPK di Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN) Wilayah I Sumut.
- M. Akhirun Efendi Siregar (KIR), Direktur Utama PT Dalihan Natolu Group (DNG).
- M. Rayhan Dulasmi Pilang (RAY), Direktur PT RN, yang juga merupakan anak dari KIR.
“Ada indikasi kuat bahwa proses pengadaan proyek dilakukan dengan rekayasa. Penunjukan rekanan tidak melalui mekanisme lelang yang semestinya,” ungkap Asep dalam konferensi pers, Sabtu, 28 Juni 2025.
⚠️ Modus Dugaan Korupsi
Kasus ini bermula ketika Topan memerintahkan RES untuk memenangkan PT DNG dalam dua proyek besar:
- Pembangunan Jalan Sipiongot–Batas Labusel senilai Rp 96 miliar.
- Pembangunan Jalan Hutaimbaru–Sipiongot senilai Rp 61,8 miliar.
Keduanya dilakukan tanpa proses lelang terbuka, melainkan lewat pengaturan katalog elektronik (e-catalog) yang disusun sedemikian rupa agar menguntungkan PT DNG.
Selain itu, Heliyanto yang menjabat di Satker PJN Wilayah I Sumut turut menerima aliran dana sebesar Rp 120 juta. Uang tersebut diduga sebagai imbalan atas kemudahan yang diberikan dalam proses pengadaan preservasi jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI, yang telah dikerjakan sejak tahun 2023 hingga 2025 dengan total nilai kontrak lebih dari Rp 74 miliar.
“Aliran dana kepada pejabat terjadi dalam rentang waktu Maret 2024 hingga Juni 2025,” jelas Asep.
Saat OTT berlangsung, KPK menyita barang bukti berupa uang tunai sebesar Rp 231 juta, yang diyakini merupakan sisa pembayaran dari proyek bermasalah tersebut.
🔥 Reaksi Menteri PU: Tamparan Keras
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Menteri PU), Dody Hanggodo, mengaku sangat terpukul atas penangkapan ini. Ia menyebut kejadian tersebut sebagai tamparan keras bagi dirinya dan seluruh jajaran kementerian.
“Saya harus katakan, Innalillahi wa inna ilaihi rajiun. Ini benar-benar tamparan keras untuk saya. Padahal saya sudah berkali-kali menekankan pentingnya integritas dan kerja dengan hati yang bersih,” ujar Dody di Jakarta, Sabtu malam.
Meskipun kecewa, Dody menegaskan bahwa dirinya tetap memegang teguh asas praduga tak bersalah. Ia juga menyatakan tidak akan menutupi kasus ini, bahkan jika ada pejabat pusat yang terlibat.
“Saya siap menyerahkan sepenuhnya kepada proses hukum. Kalau memang ada di kementerian yang terlibat, saya tidak akan intervensi sedikit pun,” tegasnya.
Dody juga mengungkapkan bahwa pihaknya tengah menunggu restu dari Presiden Prabowo Subianto untuk segera melakukan evaluasi menyeluruh terhadap struktur Kementerian PU, mulai dari pejabat eselon I hingga tingkat PPK, guna mencegah kejadian serupa terulang.
🛑 Rincian Proyek yang Diduga Bermasalah:
- Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara:
- Proyek pembangunan jalan Sipiongot–Batas Labusel (Rp 96 miliar).
- Proyek pembangunan jalan Hutaimbaru–Sipiongot (Rp 61,8 miliar).
- Satker PJN Wilayah I Sumatera Utara:
- Preservasi Jalan Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI tahun 2023 (Rp 56,5 miliar).
- Preservasi lanjutan ruas yang sama tahun 2024 (Rp 17,5 miliar).
- Rehabilitasi jalan serta penanganan longsor di ruas yang sama tahun 2025.
- Preservasi lanjutan ruas Simpang Kota Pinang–Gunung Tua–Simpang Pal XI tahun 2025.
🏛️ Proses Hukum Berlanjut
Saat ini, kelima tersangka telah ditahan oleh KPK untuk keperluan penyidikan lebih lanjut. KPK menegaskan bahwa proses hukum akan berjalan secara transparan dan tidak tertutup kemungkinan untuk berkembang ke pihak lain yang terlibat, termasuk pejabat di tingkat pusat.
(B.Rexxa)